Bangun siang ini (heh???siangggg???) terasa berat. Aku memandang kardus dengan setumpuk paket oleh-oleh dari kota 'wong kito galo' yang aku bawa 3 hari yang lalu. Aduuuuh, menggoreng mpek-mpek itu terasa 3 kali lebih berat dari ujian thesis S3 (idiih, padahal S2 saja aku belum). Kenapa juga aku memilih mpek-mpek kulit yang harus digoreng segala, ya!? Yang terpikir saat membelinya memang karena yang jenis itu jarang kutemui di ibukota. Apalagi mpek-mpek Lenny dengan spesialisasi mpek-mpek kulitnya itu lagi happening di Palembang, pastinya aku membawa sesuatu yang istimewa untuk teman-teman di Jakarta. Jadilah untuk setiap paketnya aku pilihkan sebagian mpek-mpek kulit dengan porsi yang lebih banyak dari jenis mpek-mpek lainnya. Mau bawa oleh-oleh aja perfeksionis sih pengen dikenang segala, jadilah semua keribetan ini menghampiri dengan sempurna. Mana aku sudah janji akan membagi-bagikannya hari ini, lagi. Janji adalah janji. Coz I'm a word person. Seperti lirik lagu pembuka acara News.com di Metrotv, janji sini janji sana asal bijaksana. Heh? Masak janji bawa mpek-mpek aja nggak bijaksana???? Tinggal di goreng,Pinky....tinggal digorengggg!!!! teriak suara hati kecilku.
Ampun, rasa malas menggoreng mpek-mpek ini menghantam keras karena otakku sudah aku brainwash sendiri bahwa aku tak bisa memasak. Dan dunia ini toh juga memaklumi hal itu. Tidak seorang pun protes kalo perempuan kota tak bisa memasak. Tapi semua menganga heran kalo masih ada perempuan kota yang tidak bisa menyetir. (Dan aku tidak bisa dua-duanya?????hiks)
Sekilas aku melihat jam dinding...setengah 12???? masih harus ke bank, anter 2 bungkus besar mpek-mpek ke kantor yang satu di Ratu Plaza, anter 1 bungkus utk teman yang berulangtahun, anter 3 bungkus ke kantor kedua di Menara Thamrin, submit pekerjaan dari luar kota di kantor kedua yang lumayan banyak….aku pun langsung menyambar berbungkus-bungkus paket mpek-mpek itu. Whatever will be, will be…(by Renaldi, di salahsatu film –bokep-Indonesia jadulnya heuhehue)…
Ibu kos dengan senang hati membantu utk mengontrol gorenganku, tapi tidak senang hati membagi minyak gorengnya. (Menurut loe, Pinkkk? Semua koran dan tv sedang membahas harga minyak goreng gitu lohhh????)
Bungkus pertama. Aku menatap tajam ke kertas selipan Petunjuk Khusus Menggoreng dari ci Lenny, penjualnya. Ini mpek-mpek istimewa dengan cara memasak yang tidak boleh salah, kecuali kalo rela makan mpek-mpek kulit rasa karet. (By the way, di bandara tidak seorangpun terlihat membawa mpek-mpek Lenny…melainkan mpek-mpek Vico, Candy, Ahmad, Pak Toha, dan sederet nama lain yang semuanya mengaku istimewa…apakah mereka lebih direpotkan oleh mpek-mpeknya daripada aku?) Hwahhhh, memasak biasa aja butuh pengerahan seluruh energiku, ini harus memasak dengan cara khusus???? Akupun menggoreng dengan meminta dukungan semesta. Ibu kos melirik-lirik dari ruang tv yang tidak jauh dari dapur sambil senyam senyum. HP berdering pun tak ku gubris karena ini adalah meeting super duper extra penting antara aku dan mpek-mpek kulit ku. Ini pun baru sesi ‘ice breaking’ that hard to break, hellppppp…..
Suara ibu kos yang akhirnya ikut membantu, akhirnya juga bisa membuat aku bernafas normal,” Segini udah mateng nih, Pink,”……bfffwuahhhhh….rasanya kayak baru muncul di permukaan air setelah 1 menit nahan nafas maen lama-lamaan menyelam di kolam renang.
Bungkus kedua. Ibu kos masih dengan baik hati melibatkan diri.
Bungkus ketiga. Sang maestro urusan dapur masih tetap terlibat. Tapi kali ini kok rasanya lebih ke pengontrolan pemakaian minyak goreng. Gue beliin 2 botol baru deeeeeehhhh, teriakku dalam hati. Kalo saja bukan karena kemahirannya membolak-balikkan mpek-mpek itu….ughhhh…
Bungkus keempat. Sang owner dari minyak goreng (dan dapur ini, tentu saja) hanya tinggal mengawasi, aku sudah bisa bolak-balik gundukan-gundukan tepung ini sendiri. Masih kaku, tapi setidaknya mereka tidak cerewet untuk dibolak-balik.
Bungkus kelima. Hmmm, mulai terbiasa. Ibu kos sudah sibuk sendiri di ruang tv. Entah karena sudah percaya pada kemampuanku, atau sudah berasa ACDC-Aduhhh, Cape Duehhhhh, Cingggg. Culik dikit nambah minyak goreng, ahhhh. Heuheuehue. Wow…look, I can cook. It’s fun actually, pikirku sambil menyeka keringat di seluruh wajahku yang segede-gede dosa (dosanya siapa?) slash yang sedahsyat kepelitan ibu kos (tapi akhirnya selintas terpikirkan olehku kalo bisa jadi itulah ibu rumah tangga yang pandai berhemat) slash yang sespektakuler rasa malasku di awal bangun tidur.
Bungkus-bungkus berikutnya aku sudah merasa seperti koki-koki handal di tv…..
Alrighttttt….Bungkus ke delapan. It’s a wrap. Hihihihi…aku cengengesan sendiri membayangkan aku bisa memasak. Dua bungkus lebihnya untuk dibagi-bagi di kos dan diri sendiri. Kan harus kasih hadiah untuk diri sendiri. Hi, my future husband wherever you are, you’re lucky!!!! (Berlebihannn…hehe)
Aku merapikan 8 bungkus mpek-mpek kulit dengan aroma luar biasa dan warna kuning menggoda itu bersama dengan teman-temannya dari jenis yang berbeda di setiap paketnya. Siap diantar ke berbagai ‘spot’ yang sudah dijanjikan. Kepuasan tidak terkira mengaliri seluruh rongga dadaku. Kepuasan karena ternyata aku bisa. Dan terbukti dari erangan-erangan nikmat keluar dari mulut beberapa penghuni kos yang sudah mulai menyerbu 1 paket hasil memasakku. (Hei, tentu saja mengerang, karena kepedesan bumbunya.)
TERNYATA BENAR, Lebih mudah untuk mulai melakukan sesuatu untuk bisa merasakan sesuatu, daripada harus merasakan sesuatu dulu untuk mau mulai melakukan sesuatu.
(Psikolog Harvard Jerome Bruner,”Lebih mudah bertindak sebelum merasakan sesuatu, dibanding merasakan sesuatu untuk bertindak.” )
That simple!!!